Cerpen : Tentang Aku dan Ibu
Cerpen Karangan: Ikke Nur Vita Sari
Lolos moderasi pada: 12 August 2016
Lolos moderasi pada: 12 August 2016
Kasih sayangnya adalah hidupku dimana setiap belaiannya adalah kebahagiaanku. Ibu. Dia adalah pelita dalam hidupku, ia penolong hidupku dan dia adalah napasku.
Pagi ini aku berangkat ke sekolah seorang diri, aku tahu ibu telah mengantarku setiap hari. Aku masih duduk di bangku sekolah dasar, usiaku masih 6 tahun dan disini aku adalah murid terkecil di kelas 1B SD Negeri Darungan 02. “Hai, aku duduk sama kamu ya?” ucap seorang gadis dengan gaya rambut kepang dua yang giginya belum rata. Aku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu ia meletakkan tasnya di bangku sebelahku. “Hay, namaku Intan, kamu siapa?” tanya gadis itu sambil mengulurkan tangannya. “Aku Vhyta!” aku pun membalas uluran tangannya. Beberapa lama kemudian, aku kembali hanya diam melihat tingkah laku teman-teman baru di kelasku. Banyak sekali teman yang ingin berkenalan denganku, ternyata benar apa yang dikatakan ibu tentang aku. “Vhyta itu cantik, pinter, baik, pasti nanti banyak yang mau temenan sama Vhyta. Ibu yakin, teman-teman baru Vhyta pasti suka kalau punya temen kayak Vhyta!” ucap ibu tadi malam. Aku benar-benar bahagia hari ini, aku mengenal seorang teman yang sangat baik dan manis. Namanya Kiki, dia adalah cucu dari temannya nenekku.
“Assalamu’alaikum… Ibu aku pulang!!” ucapku saat masuk kedalam rumah, ibu langsung menyambutku dengan pelukan khasnya. Aku menceritakan suka riaku hari ini kepada ibu, ibu mendengarkan sambil membelai rambutku yang sangat tipis. Ibu mengatakan kalau aku memang pantas memiliki banyak teman, ibu tersenyum saat aku katakan bahwa wali kelasku menunjukku sebagai ketua kelas. Aku belum berani bercerita tentang Kiki kepada ibu, aku ingin mengenalnya dulu. Ibu memintaku mandi dan ganti baju sebelum makan siang. Aku menuruti apa yang ibu ucapkan, karena walau begitu ibu adalah malaikat pelindung hidupku yang sangat baik.
Keesokan harinya, aku kembali masuk sekolah seperti biasanya, “Vhyta, aku boleh duduk di bangku yang ada di depan kamu nggak?” tanya Kiki saat aku baru masuk ke kelas. Aku mengangguk, kemudian Kiki tersenyum sambil duduk di bangku depanku. Entah kenapa aku sangat senang saat Kiki berada di sampingku, dia selalu melindungiku saat di sekolah. Seperti hari ini, ada rombongan anak kelas 5 yang mendatangiku. “Oh, jadi ini ketua kelas 1B, kecil banget.. hahahahhaha…” ucap anak berambut kriting bernama Jun. “Masih kecil aja udah sok jadi ketua kelas, mau kakak anterin pulang nggak dek? Hahahaha…” ledek anak yang berkulit hitam. “Udah… dia bisa nangis kalau kalian yang ganggu, adek yang manis kakak boleh minta uangnya nggak?” ucap anak yang paling tinggi bernama Riza. “Aku nggak punya uang kak!” ucapku dengan lugu. Tapi mereka memaksaku memberinya uang, tiba-tiba Kiki datang, “Hey, jangan ganggu dia!” ucap Kiki. Anak kelas 5 tadi tiba-tiba mendekati Kiki, aku tidak tahu apa yang mereka lakukan kepada Kiki. Aku melihat Kiki terjatuh dipukul anak kelas 5 itu, aku segera berlari menghampirinya. “Kiki, kamu nggak kenapa-kenapa kan?” ucapku dengan cemas.
9 Tahun Kemudian…
Hari ini sangat cerah, aku menuruni tangga menemui ibu yang sudah duduk di meja makan. “Selamat pagi, ibu” ucapku sambil mencium pipi ibu. “Selamat pagi sayang. Ayo sarapan, 10 menit lagi kita berangkat ya!” ucap ibu. “Ok bos!”. Ibu sudah sering mengantarku sekolah, saat ini aku sudah duduk di kelas XI SMA. Aku selalu bahagia jika ibu selalu menemaniku setiap saat apalagi di usia remaja ini aku sangat membutuhkan ibu sebagai pelindung langkahku. Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa, “Hai Vhyta, udah denger berita belum?” ucap Arin saat baru masuk ke kelas. “Apa’an?” tanyaku heran. “Ada siswa mau daftar sekolah disini!”. “Terus?”. “Denger-denger kata temen-temen dia cakep dan cool tahu nggak!”. Aku tidak begitu mempedulikan ucapan Arin, karena aku mendapat kabar dari ibu yang ingin pergi ke Korea. “Ibu, aku tinggal sama siapa kalau ibu pergi?” rintihku. Arin bingung melihat sikapku, aku yang biasanya ceria dan aktif hanya bisa diam saat wali kelasku meminta murid barunya duduk di sampingku.
Hari ini sangat cerah, aku menuruni tangga menemui ibu yang sudah duduk di meja makan. “Selamat pagi, ibu” ucapku sambil mencium pipi ibu. “Selamat pagi sayang. Ayo sarapan, 10 menit lagi kita berangkat ya!” ucap ibu. “Ok bos!”. Ibu sudah sering mengantarku sekolah, saat ini aku sudah duduk di kelas XI SMA. Aku selalu bahagia jika ibu selalu menemaniku setiap saat apalagi di usia remaja ini aku sangat membutuhkan ibu sebagai pelindung langkahku. Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa, “Hai Vhyta, udah denger berita belum?” ucap Arin saat baru masuk ke kelas. “Apa’an?” tanyaku heran. “Ada siswa mau daftar sekolah disini!”. “Terus?”. “Denger-denger kata temen-temen dia cakep dan cool tahu nggak!”. Aku tidak begitu mempedulikan ucapan Arin, karena aku mendapat kabar dari ibu yang ingin pergi ke Korea. “Ibu, aku tinggal sama siapa kalau ibu pergi?” rintihku. Arin bingung melihat sikapku, aku yang biasanya ceria dan aktif hanya bisa diam saat wali kelasku meminta murid barunya duduk di sampingku.
Hari demi hari aku lewati, aku sangat kecewa saat tahu ibu pergi tanpa menunggu kepulanganku dari sekolah. “Ibu tega! Aku berhari-hari meneteskan air mata hanya untukmu. Tapi apakah ibu disana bisa merasakan betapa sakitnya hatiku saat tahu ibu meninggalkan aku? Ibu cepat pulang!” ucapku, “Ibu kamu pasti bisa merasakan apa yang kamu keluhkan saat ini, karena hati ibu memiliki ikatan batin yang kuat dengan anaknya,” ujar Ryan. Dia adalah siswa baru yang duduk sebangku denganku, dia memang perfect tapi saat aku mulai memiliki perasaan yang lain tiba-tiba aku selalu teringat pada Kiki. Aku merindukannya, sama seperti aku merindukan ibu saat ini.
2 bulan kemudian…
Air mataku tak bisa menetes, aku benar-benar merasa kehilangan saat ini. Ibu meninggal. Ia mengalami kecelakaan pesawat, aku masih belum percaya walau saat ini aku berada di makam ibu. “Imi dangsinui maeumeul jinjeong geoseun seulpeohaji anhseubnida. Modeuni geodaehan unmyeongida. Danasinui ganjeongeul inhaehabnida!” sebuah suara membuyarkan lamunanku.
Air mataku tak bisa menetes, aku benar-benar merasa kehilangan saat ini. Ibu meninggal. Ia mengalami kecelakaan pesawat, aku masih belum percaya walau saat ini aku berada di makam ibu. “Imi dangsinui maeumeul jinjeong geoseun seulpeohaji anhseubnida. Modeuni geodaehan unmyeongida. Danasinui ganjeongeul inhaehabnida!” sebuah suara membuyarkan lamunanku.
“Kamu siapa?” ucapku sambil menghampirinya. “Rizky Dangsineun ileum, Kikiga naegae jeonhwaleulhagon haesseoyo. Dangsineun gieoghasibnikha?”. Aku terkejut, ternyata sosok yang ada di dekatku kini adalah sahabat kecilku yang selalu aku rindukan. Kiki bercerita bahwa ibu menemuinya di Seoul, ibu ingin mempertemukan aku dengan Kiki. Ibu menaiki pesawat yang berbeda dengan Kiki, karena Kiki berangkat lebih lama. “Oh Ibu. Betapa besar pengorbananmu untukku, maafkan aku selama ini yang masih belum bisa menuruti apa yang kau inginkan!” rintihku. Kiki memelukku, ia menenangkan aku yang masih terguncang karena kehilangan ibu. Ibu adalah harta terbaik yang aku miliki. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas semua kebaikan ibu, “Ibu, aku mencintaimu, sama seperti cintaku pada Kiki bahkan lebih besar padamu, Bu!”
THE END
Cerpen Karangan: Ikke Nur Vita Sari
Komentar
Posting Komentar